Masih ingat dengan gambar disamping? Waktu belajar Biologi di sekolah dulu, kita pasti bertemu dengan bagian yang membahas soal “peta lidah”, yang memaparkan perbedaan kepekaan masing-masing area di lidah terhadap rasa tertentu.
Para ilmuwan sebetulnya sudah lama menyadari bahwa pendekatan ini adalah keliru. “Peta lidah” ini sebenarnya adalah hasil kesalahan interpretasi terhadap sebuah penelitian yang dilaporkan pada sekitar akhir abad ke-19. Pada kenyataannya, seluruh bagian lidah yang mengandung bintil pengecap memiliki kepekaan yang sama terhadap segala macam rasa. Sayangnya, kesalahan ini terlanjur “mendunia” sehingga sulit untuk dikoreksi lagi.
Menariknya, sebagian besar orang yang pernah belajar soal “peta lidah” sebenarnya sudah menyadari bahwa ada yang salah didalamnya. Kita toh bisa mencecap manisnya gula, atau pahitnya rasa kopi di seluruh permukaan lidah. Tapi kita cenderung lebih percaya pada guru, ketimbang lidah kita sendiri. Sang guru juga mungkin punya keraguan yang sama, tapi ia juga lebih percaya buku ketimbang panca inderanya. Begitu pula halnya dengan para penulis buku maupun penyusun kurikulum.
Sayangnya, metode pendidikan yang kita anut sering tidak cukup memberi ruang bagi tumbuhnya sikap kritis. Dalam kultur kita yang kelewat menomorsatukan sopan santun, batas antara sikap kritis dengan kekurang-ajaran terkadang sangat tipis. Kasus “peta lidah” hanyalah salah satu contoh kekonyolan sistem pendidikan kita yang kelewat dogmatis. Walaupun hal ini sudah banyak disadari, buku diktat Biologi terbitan terbaru kita masih juga memuatnya untuk dijejalkan ke otak para siswa.
http://blog.dhani.org/2004/07/peta-lidah-yang-keliru/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar